benturan peradaban



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang

Berbicara tentang benturan peradaban adalah salah satu topik yang sangat menarik untuk  dibahas karena berbicara tentang peradaban berarti berbicara tentang suatu pemikiran, identitas kultural sampai pada persoalan ideologi bahkan implikasi dari benturan peradaban adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari.
Dan keniscayaan benturan peradaban itu sesuatu yang pasti, karena sejarah manusia adalah sejarah peradaban itu sendiri, tidak mungkin berbicara sejarah perkembangan manusia yang membentang di seluruh peradaban. Ide tentang perkembangan peradaban di kembangkan oleh para pemikir Prancis abad XVII yang memperlawankannya dengan konsep “barbarisme” dimana masyarakat yang berperadaban itu baik dan masyarakat yang tidak berperadaban itu tidak baik, sehingga itu menjadi sebuah tolak ukur yang dapat di jadikan sebagai acuan untuk memberikan penilaian terhadap berbagai dinamika kehidupan. Peradaban  dan kebudayaan sama-sama menunjuk pada seluruh pandangan hidup manusia, dan suatu peradaban adalah bentuk yang lebih luas dari kebudayaan, karena didalamnya mencakup nilai, norma, institusi dan pola-pola pikir yang berubah  dari generasi ke generasi.
 Peradaban itu sendiri tidak memiliki wilayah-wilayah, permulaan dan akhir yang jelas, karena identitas-identitas di berbagai wilayah senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Pada hakikatnya manusia adalah manusia yang beradab sebab dianugerahi harkat, martabat, serta potensi kemanusiaan yang tinggi. Manusia merupakan makhluk yang beradab sehingga mampu menghasilkan peradaban. Peradaban memiliki kaitan  dengan kebudayaan. Kebudayaan pada hakikatnya hasil cipta,rasa,dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan manusia. Istilah  peradaban dalam Bahasa Inggris adalah Civilization. Istilah peradaban sering di pakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian terhadap perkembangan kebudayaan. Pada waktu perkembangan kebudayaan mencapai puncak berwujud unsur-unsur kebudayaan yang bersifat halus, indah, tinggi, sopan, luhur dan sebagaianya, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi. Selanjutnya, peradaban tidak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah mendapat tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya. Taraf kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu tercermin pada pendukungnya yang dikatakan sebagai beradab atau mencapai peradaban yang tinggi.  Oleh sebab itu pembahasan lebih jelas kita akan lihat di bab pembahasan selanjutnya.

B.   RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimanakah sejarah benturan peradaban di dunia?
2.    Bagaimana peran pancasila dalam menghadapi benturan peradaban?

C.   TUJUAN PENULISAN
1.    Untuk mengetahui baagaimana benturan sejarah peradaban didunia.
2.    Untuk menegetahui bagaimana peran pancasila dalam menghadapi benturan peradaban.
     









BAB II
PEMBAHASAN

A.   SEJARAH PERADABAN DUNIA
Kajian tentang peradaban banyak menarik perhatian para tokoh terutama ilmuwan ilmu-ilmu sosial yang menjadi komparasi satu sama lain,kita bisa melihat bagaimana Braudel memberikan pengertian bahwa peradaban adalah sebuah wilayah kultural dan sekumpulan karakteristik dan fenomena kultural.Sedangkan peradaban menurut Wallerstein adalah seperangkat pandangan dunia, kebiasaan-kebiasaan, struktur-struktur (sosial) dan kebudayaan tertentu yang membentuk berbagai corak kesejarahan dan menjadi ada dengan keberadaan aneka ragam fenomena-fenomena lain. Menurut Dawson peradaban adalah produk dari suatu proses tertentu dari kreativitas budaya sebagai hasil karya dari sekelompok orang atau masyarakat tertentu,sementara menurut Emile Durkheim dan Mauss adalah suatu corak wilayah,moral,yang melingkupi sejumlah bangsa,dengan kebudayaan masing-masing menjadi suatu bentuk dari keseluruhan. Bagi Spengler adalah suatu kebutuhan yang niscaya dari suatu kebudayaan. Sedangkan Samuel.P.Huntington peradaban adalah perkembangan kebudayaan yang telah mendapat tingkat tertentu yang di peroleh manusia pada pendukungnya itu di katakan sebagai beradab atau telah mencapai peradaban yang tinggi. Dari batasan pengertian di atas maka istilah peradaban sering di pakai untuk hasil kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi, adat, sopan santun, serta pergaulan. Selain itu kepandaian menulis,organisasi bernegara,serta masyarakat yang sudah maju dan kompleks. Peradaban menunjuk pada hasil kebudayaan yang bernilai tinggi dan maju. Oleh karena itu dapat di katakan bahwa setiap masyarakat atau bangsa dimana pun selalu berkebudayaan,tapi tidak semua telah memiliki peradaban.
Peradaban adalah entitas paling luas dari budaya. Perkampungan – perkampungan, wilayah-wilayah, kelompok-kelompok etnis, nasionalitas-nasionalitas, pelbagi kelompok keagamaan, seluruhnya memiliki perbedaan kultur pada tingkatan yang berbeda dari heterogenitas kultural. Sebuah peradaban adalah bentuk budaya yang paling tinggi dari suatu kelompok masyarakat dan tataran yang paling luas dari identitas budaya kelompok masyarakat manusia yang dibedakan secara nyata dari makhluk-makhluk lainnya.
Hakikat perubahan merupakan tahap tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu pula, yang telah mencapai kemajuan tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang telah maju. Dunia mencatat pada abad XIX Amerika merumuskan diri sebagai suatu peradaban yang berbeda dari dari lainnya dan sungguh merupakan sebuah identitas yang lebih luas. Term “kini secara universal digunakan untuk menunjuk pada apa yang disebut dunia kristen barat”. secara historis peradaban barat adalah peradaban eroamerika dimana menunjuk pada konsep westrenisasi. Dan itu tidak lepas dari imperialisme yang dilakukan wilayah-wilayah eropa. Sementara dibagian utara bagian benua Afrika memiliki peradaban islam secara signifikan agama adalah karakteristik utama yang mencirikan sebuah peradaban, dan sebagaimana yang dikatakan Christoper Dawson agama-agama besar adalah bangunan-bangunan dasar bagi perdaban-peradaban besar, dan ada empat kategorinya menurut Max Weber agama besar dunia itu adalah Kristen, Islam, Konfusianisme, Hinduisme. Pertemuan antar peradaban sebelum 1500M hubungan antar peradaban berkembang. Dimana hubungan paling signifikan antar peradaban ketika orang-orang dari satu peradaban menundukan dan mengeliminasi atau menyingkirkan orang-orang dari peradaban lain. Hubungan tersebut pada umumnya bersifat sesaat, secara tersamar dan kasar. Pada permulaain abad ke VII M, terjadi hubungan intersivilisional yang berkembang antar islam dan barat, dimana pada abad ke VII dan VIII barat bangkit dan muncul sebagai peradaban sendiri, selama beratus-ratus tahun, dia ketinggalan dibelakang peradaban lain, karena jauh sebelumnya peradaban islam lebih duluan bangkit sebagai sebuah perabadan hal itu bisa dilihat bagaimana bangkitnya kekuasaan turki untuk mendominasi wilayah Meditarania masing-masing dari klaim dua peradaban besar islam dan barat menimbulkan gesekan satu sama lain sebagian orang barat dimana termasuk mantan Presiden Bill Clinton sepakat bahwa barat tidak mempunyai masalah dengan islam tapi memiliki masalah dengan extrimis islam. Selama 400 tahun sejarah menunjukkan hal yang sebaliknya. Hubungan antara islam dan kristen baik ortodoks maupun barat seringkali penuh ketegangan keduanya bersikukuh pada prinsip masing-masing. Konflik pada abad XX antara demokrasi liberal dengan marxislenilisme adalah sebuah fenomena historikal yang bersifat sementara jika dibandingkan dengan hubungan konflik antara islam dan kristen. Suatu ketika keduanya hidup berdampingan secara damai akan tetapi dilain waktu lebih sering terlibat dalam hubungan yang penuh persaingan dan dalam berbagai tingkatan terlibat dalam kecambu politik.
Sejak abad ke VII samapi pada abad ke VIII kekuatan-kekuatan islam mampu mendirikan kekuatan-keuatan islam maupun menderikan pemerintahan-pemerintahan islam di Afrika utara, liberia, timur tengah, persia, dan bagian utara india, dimana kristen barat mengobarkan perang salib dan satu abad setengah dari penguasah kristen dunia berusaha mendirikan pemerintahan kristen ditanah suci dan munculnya istilah” jihad untuk islam dan perang salib untuk kristen”. Sebab-sebab terjadinya konflik antar islam dan barat terletak pada pertanyaan-pertanyaan mendasar menyangkut kekuasan dan kebudayaan secara historis salah satu persaoalan utamanya menyangkut kontrol wilayah toritorial dan bertumpuk pada persoalan-persoalan interperadaban seperti proliferasi senjata, demokrasi dan hak asasi manusia, kontrol minyak, migrasi, dan terorisme islam.
Pada tahun 1980an dan 1990an terdapat satu kecendurungan anti barat dikalangan umat islam di mana para pemimpin islam berkata kita harus melakukan westrenisasi, dimana para politisi, pejabat-pejabat pemerintah, akademisi, para usahawan, ataupun jurnalis menunjukkan sikap anti baratnya, mereka menggap kebudayan barat bersifat matrealistis, korupsi, dekaden, dan immoral. Mereka melakukan berbagai upaya agar tidak berpengaruh pada gaya hidup mereka. Di mata umat islam sekularisme  Barat, irreligiusitas, dan karenanya immoralitas merupakan kejahatan-kejahatan yang di ajarkan oleh Barat dan beranggapan bahwa barat yang tidak bertuhan,sehingga umat islam beranggapanterdapat perbedan-perbedaan mendasar antara kebudayaan mereka dengan kebudayaan Barat dan hal itu  di pertegas oleh Syekh Ghanosushi adalah bahwa islam lebih beradab dan berpegang teguh pada nilai-nilai dari pada barat, bahkan media-media massa populer maupun ilmiah berulang kali memberikan gambaran bahwa apa yang di tawarkan dan di berikan oleh barart adalah untuk mengganti, menyingkirkan dan merendahkan intitusi-institusi serta kebudayaan islam, dan reaksi itu dapat kita lihat melalui pusat intelektual yang mendorong kebangkitan islam, tapi juga melalui sikap-sikap pemerintah di negara-negara islam terhadap Barat . Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman sedikit demi sedikit itu mengalami pergeseran dan itu terlihat pada tahun 1995 negara islam dalam hal ini kuwait dan arab saudi jelas terlihat mereka pro barat, kedua negara tersebut memiliki ketergantungan secara militer dan ekonomi, jadi memang benturan peradaban itu adalah perang yang secara semu akan tetapi itu pasti. Bahkan untuk konteks kekinian yang lebih sempit barat di identikkan dengan Amerika dan Islam dengan negara timur tengahnya, hal yang paling nyata bisa kita lihat pada kasus terjadinya pengeboman world trade center, serangan teroris di Amerika serikat 2007, serangan Amerika serikat ke Afganistan, kasus bom Bali 2002, invasi tentara Amerika Serikat dengan sekutunya ke Irak 2003, pemboman kereta api di Madrid 2004, krisis gambar kartun Nabi Muhammad SAW, konflik lebanon 2006, dan konflik israel-gaza,  dan yang paling terbaru adalah konflik di Mesir dengan maksud ingin memerangi terorisme itu merupakan suatu bentuk perlawanan terhadap islam. Jadi, benturan peradaban sangat begitu besar implikasinya terhadap perubahan kondisi sosial dan politik. Bahkan di Indonesia kita bisa melihat bagaimana dampak benturan peradaban itu dari kasus terorisme yang terjadi dimana kelompok ekstrimis islam dengan jargon anti baratnya melawan arus barat sehingga hal ini sangat nampak bahwa warisan benturan peradaban dari dulu hingga sekarang masih tetap ada hal itu disebabkan perbedaan pemikiran, kultural, dan konsep ideologi yang dianut setiap agama.
Perang besar antar umat beragama dimana barat dan islam mampu meredusir perbedaan-perbedaan yang terjadi baik itu perang antar klan, kelompok etnis, dan antar bangsa yang cenderung bersifat partikularistik dalam hal ini melibatkan persoalan ideologis.
Di Indonesia sendiri peradaban bangsa Indonesia dimulai sejak masa teknik atau zaman perundagian. Meskipun saat itu masih zaman prasejarah namun telah mengenal teknologi terbatas dan sederhana, yaitu pada upaya pemenuhan peralatan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia pada saat itu yang dalam kehidupannya sudah mulai menetap. Di indonesia pada saat itu, pengguna logam sudah mulai dikenal beberapa abad sebelum Masehi. Mereka menggunakan peralatan dari logam seperti peralatan berburu, bercocok tanam, peralatan rumah tangga, dan lain-lain, tetapi tidak semua masyarakat dapat membuat peralatan itu.
Peradaban bangsa Indonesia semakin maju setelah datangnya peradaban Hindu dan Budha ke Indonesia, pengaruh tulisan dari budaya hindu dan budha membawa dampak besar bagi peradaban indonesia yaitu memasuki zaman sejarah (bangsa mengenal bangsa turis). Salah satu bangsa turis diindonesia adalah prasasti, huruf yang dipakai dalam prasasti yang ditemukan sejak 400 masehi adalah huruf pallawa dan bahasa sanskerta. Kemampuan baca tulis masyarakat ndonesia lama kelamaan berpengaruh dalam bidang kesusasteraan, yaitu munculnya banyak kitab-kitab kuno ini dapat ditelusuri peradaban bangsa indonesia terutama dalam masa kerajaan. Peradaban bangsa indonesia semakin berkembangan dengan masuknya pengaruh islam dan masuknya peradaban bangsa barat Eropa, termasuk pengaruh agama kristen-katolik. Dewasa ini, pengaruh peradaban global semakin kuat akibat kemajuan bidang komunikasi dan informasi.
Memasuki milenium ketiga, Indonesia sudah selayaknya mampu menjawab beragam tantangan dari ombak besar bernama globalisasi, yakni tantangan untuk terus berlari kencang dari ketertinggalan di pelbagai bidang, yang senyatanya tidak dapat dielakkan lagi. Globalisasi ini mendera hampir di seluruh aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi, hingga praktik politik-ketatanegaraan. Manifestasi tantangan-tantangan tersebut antara lain berupa munculnya gagasan tentang perdagangan bebas lintas negara di seluruh dunia, di mana telah melepaskan prinsip-prinsip trading kuno yang ditandai oleh munculnya korporasi-korporasi multinasional, berafiliasinya beberapa negara dalam sebuah organisasi ekonomi regional demi penguatan posisi tawar dalam percaturan ekonomi global(uni Eropa), memupusnya sekat-sekat geografis-politis yang tegas (deteritorisasi) dalam praktik-praktik interaksi sosial karena kemutakhiran teknologi (lahirnya gadget canggih dan koneksi internet dengan tingkat kecepatan tinggi, sehingga memapankan industri media), homogenisasi rancangan arsitektur bercorak Barat pada kota-kota besar di seluruh dunia, hingga industri pariwisata global yang memiliki efek difusi (persebaran) kebudayaan serta meningkatnya konsumsi pada tataran global dan local.
Contoh-contoh akibat globalisasi di atas menunjukkan bahwa, dalam realitanya, globalisasi mampu menjadi penentu arah perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia di dunia.Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu implikasi globalisasi ialah pada munculnya pola-pola baru dari suatu kebudayaan dalam beragam bentuk dan tatanannya. Kebudayaan dengan corak baru ini kerap kita sebut sebagai kebudayaan pascaindustri, pascamodern, ataupun postmodern. Keadaan masyarakat di milenium kelima tersebut memiliki konsekuensi logis pada situasi yang akan menggiring kita, sebagai “warga dunia”, untuk berpikir, berkeputusan, hingga bertindak dalam ritme yang relatif cepat. Dari kenyataan itu, tidak bisa dipungkiri bahwa realita sosial semacam ini sesungguhnya lahir karena transformasi yang signifikan pada core kebudayaan itu sendiri, yakni pola atau cara berpikir dan cara memandang dunia.
Dalam konteks sosial-budaya masyarakat Indonesia, implikasi lain dari lahirnya bentuk-bentuk baru dari peradaban dan kebudayaan postmodern di atas ialah mulai ditinggalkannya produk-produk kebudayaan lokal (seni, bahasa, pola-pola perilaku, maupun benda budaya lainnya) oleh masyarakatnya. Produk-produk budaya lokal mulai ditinggalkan lantaran dianggap ketinggalan zaman, tidak up to date, kuno, dan semacamnya. Oleh karenanya, generasi terkini dengan basis kulturalnya masing-masing kemudian, meski tidak semua, akhirnya lebih memilih untuk mengadopsi budaya baru atau budaya kekinian (hybrid culture) yang telah berasimilasi dengan budaya Barat. Persoalannya bukan terletak pada boleh tidaknya diterima dan dipraktikkannya budaya hybrid tersebut, melainkan terletak pada sikap penafian budaya lama (peninggalan nenek-moyang) oleh generasi masa kini.Ketika warisan budaya tiada lagi diindahkan, maka yang akan terjadi ialah sebuah krisis identitas (jatidiri).
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita berupaya menjaga, merawat, mengemas, dan mempublikasikan kekayaan warisan budaya kita kepada dunia untuk mengukuhkan identitas kita sebagai bangsa yang bermartabat.Sebab, hanya dengan memahami dan menjaga kekayaan warisan budaya dan sejarah, bangsa ini akan dihargai dan dipandang secara terhormat oleh bangsa lain. Benefit lain yang bisa dipetik ialah bahwa bangsa ini juga dapat berangsur melepaskan diri dari hegemoni budaya asing. Penting untuk digarisbawahi di sini, masyarakat yang dinamis tidak selalu menolak pengaruh budaya luar. Produk budaya asing yang mendorong kepada perbaikan hidup dan kemajuan, tidak perlu serta-merta ditolak. Hal ini berpegang pada prinsip “al muhafadhatu ‘ala al qadimi as sholih wal akhdzu bi al jadidi al ashlah”, yang maknanya adalah menjaga warisan (budaya) lama yang baik, dan mengadopsi sesuatu (budaya) yang baru.

1. Budaya dan Warisan Budaya
“Hanya manusia yang memiliki kebudayaan,” begitu kira-kira teori Erns Cassirer, seorang ahli lingustik asal Swiss, dalam bukunya An Essay .Disebutkan olehnya bahwa kebudayaan atau budaya merupakan ciri penting (khas) dari manusia,yang membedakan manusia dengan binatang. Mengapa hanya manusia yang memiliki kebudayaan, sedangkan binatang atau makhluk lainnya tidak? Pendapat ini berangkat dari pemahaman bahwa manusia merupakan animal symbolicum atau binatang yang mengkreasi simbol. Sebab itu, hanya manusia yang dapat melakukan simbolisasi terhadap sesuatu. Manusia merupakan makhluk yang mampu menggunakan, mengembangkan, dan menciptakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Sementara itu, apa yang dimaksud dengan simbol? Definisi konsep simbol atau lambang ialah segala sesuatu yang dimaknai di mana makna dari suatu simbol itu mengacu pada sesuatu (konsep) yang lain.Wujud lambang-lambang ini bisa berupa teks (tulisan), suara, bunyi, gerak, gambar, dan lain sebagainya .
Oleh karena hanya manusia yang dapat melakukan pemaknaan terhadap sesuatu dan sesuatu yang dimaknai ini merupakan sebuah lambang hasil kreasi manusia sendiri, dan proses simbolisasi ini melahirkan kebudayaan, maka kebudayaan dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai: seperangkat atau keseluruhan simbol yang digunakan atau dimiliki manusia dalam hidupnya untuk bisa melakukan reproduksi dan menghadapi lingkungannya, yang diperoleh lewat proses belajar dalam kehidupannya sebagai anggota suatu masyarakat atau komunitas . Di sini perlu dicatat bahwa setiap manusia beserta komu¬nitasnya memiliki perangkat simbol dan proses simbolisasinya (proses berkembangnya kebudayaan) masing-masing, sehingga pemaknaan atau penafsiran yang lahir juga beragam (lihat juga Geertz, 1973: 89).Hal inilah yang kemudian melahirkan diversitas budaya dalam kehidupan manusia.
Lebih lanjut,perlu diketahui bahwa terdapat tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat.Pertama adalah gagasan, ide, atau sistem nilai.Karena gagasan ini beroperasi pada tataran kognitif, maka agak sulit mengidentifikasinya. Selain itu, dapat diketahui simbol-simbol lain yang wujudnya lebih konkret dari wujud pertama untuk dapat menjadi pembeda atau berlaku sebagai cultural traits antara kebudayaan yang satu dengan lainnya.Wujud konkret dari simbol-simbol tersebut ialah perilaku, kebiasaan, habitus (sebagaimana sosiolog Prancis, Pierre Bourdieu, menyebutnya), atau yang kita kenal dengan istilah adat-istiadat sebagai wujud kedua dari kebudayaan.Selain adat-istiadat, elemen lainnya ialah budaya material.Budaya material (material culture) atau artefak atau benda-benda hasil produksi suatu kebudayaan merupakan hal-hal dalam kebudayaan yang paling konkret (empirik).
Ada empat bentuk yang dapat diidentifikasi dan dikategorikan sebagai peninggalan budaya. Pertama, benda-benda fisik atau material culture. Wujud pertama ini mencakup seluruh benda-benda hasil kreasi manusia, mulai dari benda-benda dengan ukuran yang relatif kecil hingga benda-benda yang sangat besar (dari emblem kerajaan Sultan Nata Sintang, kain songket, keris, sampai Candi Borobudur, misalnya).Kemudian, wujud kedua ialah pola-pola perilaku yang merupakan representasi dari adat-istiadat sebuah kebudayaan tertentu. Bentuk kedua ini meliputi hal-hal keseharian,seperti pola makan, pola kerja, pola belajar, pola berdoa, hingga pola-pola yang bersangkutan dengan aktivitas sebuah komunitas, seperti pola upacara adat ataupun ritual Ngaben di masyarakat Bali.
Di dalam pola-pola keseharian itu,terkandung nilai-nilai atau tata-aturan dari adat istiadat yang berlaku.Tata-aturan yang berlaku tersebut merupakan ejawantah dari pandangan hidup atau sistem nilai dalam masyarakat tertentu, di mana pandangan hidup ini merupakan wujud ketiga dari kebudayaan.Wujud ketiga ini bersifat lebih abstrak dibanding kedua wujud sebelumnya.Sistem nilai atau pandangan hidup ini bisa berupa falsafah hidup atau kearifan lokal dari suatu masyarakat dalam memandang atau memaknai lingkungan sekitarnya. Hal ini tiada lain adalah representasi dari pola pikir atau pengetahuan atau logika masyarakat pengampu kebudayaan tertentu.
Selain itu, dalam konteks tinggalan budaya di sini, terdapat satu lagi bentuk peninggalan yang merupakan wujud keempat, yakni lingkungan.Barangkali, muncul pertanyaan dalam benak kita mengapa lingkungan dapat dikategorikan sebagai warisan budaya? Lantas, lingkungan seperti apa yang termasuk peninggalan budaya? Sebelum masuk pada pemaparan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada baiknya bila mengetahui terlebih dahulu pengertian lingkungan di dalam tulisan ini.
Ahimsa-Putra menjelaskan bahwa lingkungan atau environment secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan (1) sifat atau keadaannya dan (2) asal-usulnya.Lingkungan atas dasar kategori sifat ini masih dapat dipilah lagi menjadi:
1. Lingkungan fisik. Lingkungan fisik berupa benda-benda yang ada di sekitar kita,makhluk hidup, dan segala unsur-unsur alam;
2. Lingkungan sosial. Lingkungan sosial meliputi perilaku-perilaku manusia atau pelbagai aktivitas sosial yang berupa interaksi antarindividu serta berbagai aktivitas individu; dan
3. Lingkungan budaya. Lingkungan ini mencakup pandangan-pandangan, pengetahuan,norma-norma serta aturan-aturan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Sedangkan, lingkungan yang dilihat dari asal-usulnya berupa: (1) lingkungan alami (natural environment), di mana lingkungan jenis ini memiliki pengertian keseluruhan unsur di luar diri manusia yang bukan ciptaan manusia, dan (2) lingkungan buatan (built environment) yakni lingkungan yang merupakan hasil kreasi manusia.
Lingkungan dapat menjadi bagian dari tinggalan budaya oleh karena lingkungan memainkan peran sebagai bagian yang tak terpisahkan bagi terciptanya kebudayaan itu sendiri.Sebagai ilustrasi, dapat dibandingkan masyarakat pesisir atau nelayan di sepanjang Pantai Utara Jawa di Cirebon, masyarakat nelayan di Kepulauan Karimunjawa, atau masyarakat Suku Laut di Thailand Selatan dengan masyarakat agraris, seperti masyarakat petani salak di Yogyakarta atau masyarakat petani kopi di kawasan pegunungan Minahasa. Letak perbedaan pertama yang tampak dengan jelas ialah kawasan atau lingkungan di mana mereka menjalani siklus kehidupannya (lahir, bekerja, berinteraksi, kawin, dan sebagainya),yakni pegunungan atau dataran tinggi dan pesisir atau pantai. Perbedaan kedua ialah pola pikir masyarakatnya atau cara pandang mereka terhadap hidupnya. Pola pikir masyarakat pesisir dengan masyarakat pegunungan sudah tentu berlainan.Perbedaan ini terletak pada tataran perangkat pengetahuan (sistem simbol) masyarakat yang pada gilirannya mempengaruhi cara mereka memaknai persoalan-persoalan atau hal-hal yang berkaitan dengan lingkungannya, dengan hidupnya.Inilah yang dinamakan kearifan lokal, sebuah pengetahuan yang khas pada masyarakat tertentu, yang muncul lewat penghayatan manusia atas lingkungannya.Penghayatan terhadap lingkungan inilah yang kemudian menghasilkan kearifan lokal atau kebudayaan yang khas pula, yakni sistem nilai, adat-istiadat, dan artefak-artefak budaya.
Dengan demikian, lingkungan sebagai salah satu identitas penting dalam pembentukan sebuah kebudayaan dapat dikategorikan sebagai warisan atau tinggalan budaya, sehingga ia harus dilindungi dan dilestarikan.














BAB III
PENUTUP

                     

         Samuel p.huntintong adalah perkembangan kebudayaan yang telah mendapatkan tingkatan tertentu yang diperoleh manusia yang pada pendukungnya itu dikatakan sebagai beradab atau telah mencapai peradaban yang tingi
         Peradaban menuju pada hasil kebudayaan yang bernilai tinggi dan maju. Sehingga setiap masyarakat atau bangsa dimanapun selalu berkebudayaan tapi tidak semua memiliki perdaban.

Komentar